TERASKATA LUWU RAYA

Dari Timur Membangun Indonesia

DPPKB Sasar Remaja untuk Cegah Stunting

admin |
Salah satu program DPPKB Palopo yang menyasar kaum Remaja.

TERASKATA.Com, Palopo – Remaja menjadi masa pra konsepsi terpanjang yang sangat menentukan stunting atau tidaknya bayi yang akan dilahirkan kelak.

Untuk itu Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Palopo tersu mendekatkan pelaskanaan program percepatan penurunan stunting ke remaja. Demikian diungkapkan Sekretaris DPPKB Kota Palopo, Samsil kepada wartawan.

”Oleh karena itu BKKBN lebih mendekat lagi ke remaja, dengan cara mengedukasi, memberikan informasi terkait dengan stunting kepada remaja. Karena remaja adalah calon-calon pasangan usia subur, dimasa yang akan datang,” katanya kepada teraskata.com.

Advertisements

Dikatakannya, jika seluruh remaja sudah memahami baya stunting dan cara mencegahnya, itu sudah cukup untuk menyelamatkan bangsa ini. Disisi lain, jika remaja tidak peduli dengan stunting, maka itu menjadi ancaman bagi bangsa dimasa mendatang.

Menurut Samsil, saat ini angka prevalensi stunting menurut SSGI Tahun 2022 adalah sebesar 21,6%. Artinya dari 100 balita, 21 nya terkena stunting. Ia menjelaskan bahwa pra konsepsi harus betul-betul diperhatikan, bagi para remaja putri ia ingatkan untuk tetap meminum tablet penambah darah, bagi para remaja pria jauhi rokok baik aktif maupun pasif. Karena kualitas sperma dari seorang perokok salah satu bibit terjadinya stunting.

”Kalau kita mengabaikan masalah stunting, itu artinya kita akan mewarisi kemiskinan pada generasi yang akan datang, bukan mewarisi kekayaan, kesejahteraan, menikmati bonus demografi, justru yang kita nikmati adalah sengsara demografi,” ungkapnya.

Itulah kata Samsil, alasan Pemerintah saat ini tengah fokus berperang melawan stunting untuk target 14% di tahun 2024. Karena menurutnya, bahaya stunting bukan hanya pada tinggi badan rata rata orang indonesia, tapi bahaya kepada anggaran kesehatan yang akan meningkat, sehingga anggaran pendidikan akan dialihkan ke kesehatan.

”Kemudian juga produktivitas dari orang orang yang seharusnya produktif menjadi tidak produktif dan justru akan menjadi beban, dan ketika nanti mereka menjadi lansia, mereka akan menjadi lansia yang difabel, mereka tidak menjadi lansia yang tangguh yang bisa bergerak, yang masih produktif, seperti di jepang, di korea, tetapi mereka menjadi lansia yang penuh ketergantungan,” tandasnya. (ADV)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini