Golkar, Parpol Konsisten Dibarisan Kekuasaan
TERASKATA.Com, Palopo – Partai Golongan Karya (Golkar) adalah salah satu partai politik (Parpol) peserta pemilu 2024 mendatang. Partai ini adalah salah satu partai tertua yang masih eksis hingga saat ini.
Golongan karya muncul dari gagasan tiga tokoh, Soekarno, Soepomo, dan Ki Hadjar Dewantara. Ketiganya, mengajukan gagasan integralistik-kolektivitis sejak 1940. Awalnya Golkar tidak berstatus sebagai Parpol, melainkan hanya sebuah golongan fungsional. Semula diorientasikan sebagai perwakilan dari golongan-golongan di tengah masyarakat. Perwakilan ini diharapkan bisa merepresentasikan keterwakilan kolektif sebagai bentuk ‘demokrasi’ yang khas Indonesia. Wujud ‘demokrasi’ inilah yang kerap disuarakan Bung Karno, Prof Soepomo, maupun Ki Hadjar Dewantara.
Tahun 1957, masa awal berdirinya organisasi Golkar, sistem multipartai mulai berkembang di Indonesia. Pada tahun 1959 nama Golongan Fungsional diubah dalam bahasa sansekerta menjadi Golongkan Karya disingkat Golkar. Golkar juga bertujuan membangun organisasi masyarakat atau ormas.
Partai Golkar sebelumnya bernama Golongan Karya dan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) beralih menjadi sebuah partai politik ketika Bung Karno yang bertindak sebagai konseptor dan Jenderal TNI (Purn) Abdul Haris Nasution yang berfungsi sebagai penggerak, bersama dengan Angkatan Darat, mengubah Golkar sebagai sebuah partai politik untuk melawan PKI.
Secara resmi Golkar dideklarasikan sebagai sekretariat bersama (Sekber) pada 20 Oktober 1964 oleh Soeharto dan Suhardiman. Oleh Angkatan Darat, golkar digunakan untuk menandingi pengaruh PKI dalam kehidupan politik. Sekber Golkar ini merupakan wadah dari golongan fungsional/golongan karya murni yang tidak berada di bawah pengaruh politik tertentu.
Jumlah anggota Sekber Golkar ini bertambah dengan pesat, karena golongan fungsional lain yang menjadi anggota Sekber Golkar dalam Front Nasional menyadari bahwa perjuangan dari organisasi fungsional Sekber Golkar adalah untuk menegakkan Pancasila dan UUD 1945. Semula anggotanya berjumlah 61 organisasi yang kemudian berkembang hingga mencapai 291 organisasi. Organisasi-organisasi yang terhimpun ke dalam Sekber Golkar ini kemudian dikelompokkan berdasarkan kekaryaannya ke dalam 7 (tujuh) Kelompok Induk Organisasi (KINO) yakni Kosgoro, Soksi, MKGR, Organisasi Profesi, Ormas Hankam, Gakari, dan Gerakan Pembangunan.
Terpilih sebagai Ketua Pertama, Brigadir Jenderal Djuhartono sebelum digantikan Mayor Jenderal Suprapto Sukowati lewat Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) I, Desember 1965.
Untuk menghadapi Pemilu 1971, tujuh KINO yang merupakan kekuatan inti dari Sekber Golkar, mengeluarkan keputusan bersama pada tanggal 4 Februari 1970 untuk ikut menjadi peserta Pemilu melalui satu nama dan tanda gambar yaitu Golongan Karya (Golkar). Logo dan nama ini, sejak Pemilu 1971, tetap dipertahankan sampai sekarang.
Pada Pemilu 3 Juli 1971, Sekber Golkar untuk pertama kalinya berpartisipasi dalam pemilihan umum nasional sebagai Golkar (Golongan Karya) berlum berstatus parpol. memperoleh 62,8 % suara sehingga mendapatkan 236 dari 360 kursi anggota dalam DPR. Jumlah kursi ini masih ditambah dengan 100 kursi yang akan diisi anggota yang diangkat pemerintah. Sedangkan Partai NU saat itu meraih 18,7% kursi di DPR dan PNI hanya mendapatkan 6,9% dan Parmusi sebagai penerus Masyumi hanya 5,4%.
Saat itu, perolehan suara Sekber Golkar cukup merata di seluruh provinsi, berbeda dengan parpol yang berpegang kepada basis tradisional. NU hanya menang di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, Partai Katholik di Nusa Tenggara Timur, PNI di Jawa Tengah, Parmusi di Sumatra Barat dan Aceh. Sedangkan Murba tidak memperoleh suara signifikan sehingga tidak memperoleh kursi DPR.
Golkar berubah menjadi partai politik jelang pemilu tahun 1999. Karena saat peserta pemilu hanya boleh berasal dari partai politik bukan golongan atau ormas. Pada pemilu pertama pasca orde baru itu, Golkar ikut sebagai peserta pemilu dengan status sebagai partai politik. Tercatat ada 48 partai politik yang ikut jadi peserta pemilu saat itu. Hasilnya, Partai Golkar berhasil mengumpulkan 23.741.749 (22,44%) dengan mengutus 120 kadernya duduk di senayan. Golkar menjadi pemenang kedua setelah PDIP yang saat itu meraih 35.689.073 (33,74%) suara dengan jumlah kursi 153.
Pada pemilu 2004, Golkar berhasil menjadi pemenang pemilu dengan meraih suara terbanyak dengan jumlah 24.480.757 (21,58%) suara dan 127 kursi. Golkar berhasil mengalahkan PDI Perjuangan yang saat itu berada pada posisi kedua dengan perolehan 21.026.629 (18,53%) suara atau 109 di DPR.
Pada pemilu 2009, partai Golkar harus mengakui kekuatan Partai Demokrat. Partai Golkar kembali ke posisi kedua dengan raihan 15.037.757 (14,45%). Ia kalag bersaing dengan Partai Demokrat yang mengumpulkan 21.703.137 (20,85%) suara saat itu.
Pada Pemilu 2014, golkar masih konsiten bertahan diposisi kedua dengan raihan suara 18.432.312 (14,75%) atau mengoleksi 91 kursi di Senayan. Posisi pertama diraih PDI Perjuangan dengan total suara 23.681.471 (18,95%) atau 109 kursi di DPR.
Perolehan suara Partai Golkar di pemilu 2019 kembali mengalami penurunan. Golkar harus puas di posisi ketiga, karena hanya mengumpulkan 17,229,789 (12.31%) suara dengan 85 kursi. Kalah bersaing dengan PDI yang berada di posisi pertama dengan raihan 27,053,961 (19.33%) suara atau 128 kursi, dan Partai Gerindra di posisi kedua dengan perolehan 17,594,839 (12.57%) suara atau 78 kursi.
Dalam perjalannya, sejak terbentuk dengan nama golongan karya, sekber golkar hingga menjadi parpol, Golkar selalu berada di barisan pengasa. Golkar menjadi bagian dari kekuasaan selama orde baru. Sejak 1971 hingga 1999, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto dan B.J. Habibie.
Kemudian bergabung dengan koalisi yang berkuasa di bawah presiden Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, tahun 1999 hingga 2004. Partai Golkar juga menjadi bagian dari kekuasaaan selama dua periode masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden. Demikian pula selama dua periode presiden Joko Widodo berkuasa. Partai Golkar ikut sebagai partai koalisi. Meskipun pada awalnya Partai Golkar bergabung dengan koalisi oposisi, namun ditengah perjalanan menyatakan keluar dari koalisi opisisi dan bergabung bersama koalisi pemerintah.
Dalam perkembangannya khususnya pasca Orde Baru, Partai Golkar berhasil bertransformasi menjadi partai modern yang mengadopsi nilai-nilai demokrasi. Pimpinan-pimpinan Partai Golkar juga berhasil menahkodai Golkar sebagai partai politik berpaham sentrisme yang merangkul semua golongan dengan mengedepankan semangat moderat.
Partai Golkar dalam perjalanannya, menjadi salah satu partai yang kerap kali dilanda konflik internal. Konflik yang terjadi diinternal partai Golkar, membuat partai ini melahirkan beberapa partai-partai baru.
Diantaranya Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), Partai Hanura, Partai Gerindra, Partai NasDem, dan Partai Berkarya. (udi)
Tinggalkan Balasan