TERASKATA LUWU RAYA

Dari Timur Membangun Indonesia

Dua Periode Oposisi, Kini Target Menang Hattrick

admin |
Sejarah PDI Perjuangan

TERASKATA.Com, Palopo – Salah satu partai peserta pemilu 2024 mendatang adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Partai penguasa saat ini, pemenang pemilu 2019 dan sekaligus pemenang Pilpres 2019 dengan mengusung kadernya, Ir. H. Joko Widodo (Jokowi).

Sejarah partai ini terbilang cukup panjang. Awalnya, partai ini adalah bagian dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Ir Sukarno pada 4 Juli 1927. PNI bergabung dengan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. Partai gabungan tersebut kemudian dinamakan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 10 Januari 1973.

Sejak awal terbentuk, konflik internal PDI terus terjadi dan diperparah dengan adanya intervensi dari pemerintah. Untuk mengatasi konflik tersebut, anak kedua dari Ir Sukarno, Megawati Sukarnoputri didukung untuk menjadi ketua umum (Ketum) PDI. Namun pemerintahan Suharto tidak menyetujui dukungan tersebut kemudian menerbitkan larangan mendukung pencalonan Megawati Sukarnoputri dalam Kongres Luar Biasa (KLB) pada 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.

Advertisements

Larangan tersebut berbanding terbalik dengan keinginan peserta KLB, kemudian secara de facto Megawati Sukarnoputri dinobatkan sebagai ketum DPP PDI periode 1993-1998. Sehingga pada Musyawarah Nasional (Munas) 22-23 Desember 1993 di Jakarta, Megawati Sukarnoputri dikukuhkan sebagai Ketum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI secara de jure.

Konflik internal PDI terus terjadi hingga diadakan Kongres pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan. Pada 20 Juni 1996 para pendukung Megawati Sukarno Putri melakukan unjuk rasa hingga bentrok dengan aparat keamanan yang menjaga kongres.

Kemudian pada 15 Juli 1996 pemerintah Suharto mengukuhkan Suryadi sebagai Ketum DPP PDI. Akhirnya pada 27 Juli 1996 pendukung Megawati Sukarnoputri menggelar Mimbar Demokrasi di halaman kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta Pusat. Kemudian muncul rombongan berkaus merah kubu Suryadi, kemudian terjadi bentrok dengan kubu Megawati Sukarnoputri. Peristiwa tersebut dikenal dengan Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau disingkat menjadi Peristiwa Kudatuli.

Setelah peristiwa tersebut, PDI di bawah pimpinan Suryadi hanya memperoleh 11 kursi DPR. Karena pemerintahan Suharto lengser pada reformasi 1998, PDI di bawah pimpinan Megawati Sukarnoputri semakin kuat, dan ditetapkan sebagai ketum DPP PDI periode 1998-2003 pada Kongres ke-V di Denpasar, Bali.

Megawati Sukarnoputri kemudian mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada 1 Februari 1999 agar dapat mengikuti pemilu. Nama tersebut disahkan oleh Notaris Rahmat Syamsul Rizal dan kemudian dideklarasikan pada 14 Februari 1999 di Istora Senayan, Jakarta.

Pada pemilu 1999 PDI di bawah Budi Hardjono dan PDI Perjuangan dibawah kepemimpinan Megawati ikut dalam Pemilu. Hasilnya, PDI Budi Hardjono kalah telak, sementara PDIP memenangkan cukup banyak suara, meskipun tidak cukup untuk menjadikannya pemenang mutlak pemilu itu. PDIP berhasil mengumpulkan 35.689.073 (33,74%) dengan 153 (33%) kursi di parlemen saat itu.

Karena aturan electoral treshold 3% dari jumlah pemilih, maka PDI dibawah Budi Hardjono mengubah nama menjadi Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI) di bawah pimpinan Dimmy Haryanto.

Pasca Pemilu PDIP langsung menggelar Kongres I pada 27 Maret-1 April 2000 di Hotel Patra Jasa, Semarang, Jawa Tengah. Kongres tersebut menghasilkan keputusan Megawati sebagai Ketum DPP PDIP periode 2000-2005. Sejak saat itu, Megawati tak pernah tergantikan sebagai Ketum PDIP hingga saat ini.

Pada pemilu 2004, suara PDIP mengalamai penurunan yang cukup signifikan. PDIP hanya meraih 21.026.629 (18,53%) suara dengan totoal 109 (19,82%) kursi di DPR. ia kehilangan 44 kursi. Perolehan suara PDIP kembalo merosot pada pemilu 2009. Mereka hasru ikhlas kehilangan 14 kursi di Senayan. Ia hanya mengoleksi 14.600.091 (14,03%) suara dengan jumlah kursi 95 (16,96%). Dua periode partai ini puasa dan mengambil sikap sebagai oposisi pemerintah yang saat itu dijabat oleh Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden.

10 tahun menjadi oposisi, PDIP kemudian memaksimalkan pergerakannya menjelang pemilu 2014. Alhasil partai ini kemudian keluar sebagai pemenang pemilu saat itu. Ia berhasil mengoleksi 23.681.471 (18,95% suara dengan total kursi di DPR RI sebanyak
109 (19,46%). Sebagai pemenang Pemilu, PDIP kemudian Pede mengusung Kader terbaiknya, Joko Widodo untuk maju bertarung di Pilpres. Hasilnya, pilpres dimenangkan Jokowi yang saat itu menggandeng Jusuf Kalla sebagai Calon wakil presiden periode 2014-2019.

Sebagai partai penguasa, PDIP tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk kembali memenangkan pemilu 2019. Hasilnya, pada pemilu 2019 PDIP kembali keluar sebagai pemenang pemilu setelah mengumpulkan 27.053.961 (19,33%) suara. Dengan jumlah kursi di DPR sebanyak 128 (22,26%) kursi.

Pada pemilu 2024 mendatang PDIP bertekad untuk meraih hattrick. Ia menargetkan untuk kembali memenangkan pemilu dan juga memenangkan Pilpres 2024 dengan mengusung kadernya, Ganjar Pranowo sebagai calon presiden. (udi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini